Hakikatnya, Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT untuk Umat Islam. Al-Qur’an sendiri berisikan pedoman-pedoman, tata cara, anjuran, dan larangan dalam menjalankan kehidupan beragama sehari-hari. Selain itu, Al-Qur’an juga berisikan kisah-kisah dan sejarah orang-orang terdahulu, agar masyarakat kini bisa belajar dan mengambil hikmah dari semua kejadian. Jadi Al-Qur’an tidak sekadar menjadi aturan yang bersifat hitam-putih, tetapi Al-Qur’an selalu banyak membicarakan kisah-kisah nabi, tokoh, umat-umat terdahulu agar bisa menjadi teladan dan pelajaran bagi umat Islam. Oleh karenanya Al-Qur’an sendiri mengandung nilai pendidikan baik secara tersurat mapun tersirat. Dan kemurniannya itu tidak hanya berlaku untuk orang Islam di abad ke-6 saja, suri tauladan di dalam Al-Qur’an juga masih relevan di generasi kini hingga selanjutnya.
Pada awalnya, Al-Qur’an dihafalkan oleh para Sahabat Nabi. Motivasi mereka menghafal adalah untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, karena jika tidak dihafalkan, ditakutkan Al-Qur’an akan punah dengan sendirinya. Ingatkah kalian akan perang Yamamah? Umat Muslim mengalami kehilangan besar pada perang ini karena menggugurkan 70 orang Hafiz. Maka dari itu, di era kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shidiq, ada sebuah proyek untuk mengumpulkan kembali sisa-sisa siapa saja yang masih memiliki ingatan ayat-ayat Al-Qur’an, baik keseluruhan maupun sepotong.
Sekarang ini, semakin banyak umat Muslim yang mencoba untuk menghafal Al-Qur’an. Tentu tujuan utama mereka bukanlah untuk menjaga kemurnian Al-Quran seperti para Sahabat Nabi lakukan, karena sudah banyak media untuk menyimpan susunan ayat-ayat suci ini, mulai dari bentuk cetak hingga digital. Motivasi mereka kini mulai beragam, mari kita belah menjadi dua jenis, yakni motivasi intrinsik (motivasi dari dalam individu) dan motivasi ekstrinsik (motivasi dari luar individu).
Motivasi intrinsik contohnya adalah memiliki keyakinan diri bahwa jika menjadi seorang Hafiz, maka dia akan mendapatkan beberapa keutamaan dan syafaat, mereka yakin jika menghafalkan Al-Qur’an adalah jalan untuk meraih Ridho Allah SWT dan bisa digunakan untuk menyelamatkan keluarganya di akhirat kelak. Ada juga yang berpendapat bahwa menghafal Al-Qur’an hukumnya adalah Fardhu Kifayah, dan ada kenikmatan tersendiri ketika berhasil menghafalkannya. Sedangkan contoh motivasi ekstrinsik misalnya ada dorongan kuat dari orangtuanya, gurunya, atau ingin menjadi para Hafiz dan Hafizah yang pernah menghiasi layar kaca dalam ajang pencarian bakat yang diadakan oleh stasiun televisi swasta.
Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus yang mengelola unit pendidikan Al Firdaus World Class Islamic School juga memiliki alumni yang berhasil menghafalkan Al-Qur’an di usia yang masih belia, kami perkenalkan sosok yang luar biasa yakni dua bersaudara, Arina Alkhaqq dan Faghfirlie. Keduanya pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Al Firdaus. Sang kakak, Arina (22), adalah alumni SMP dan SMA Al Firdaus 2016. Sedangkan Adiknya, Faghfirlie (20) juga lulusan dari SMP dan SMA Al Firdaus tahun 2018. Mereka berdua mengaku sudah mulai menghafal Al-Qur’an sebelum mereka memasuki usia TK dengan bimbingan kuat dari abahnya, Bapak Akhsin.
Tidak hanya menjadi seorang Hafizah, mereka berdua memiliki segudang prestasi di bidang akademik. Penulis awalnya tercengang melihat deretan curriculum vitae yang menoreh pencapaian mereka, ada perasaan kagum ketika membaca satu persatu pengalaman lomba yang pernah dimenangkan oleh keduanya. Itu semua didapat karena mereka memiliki sebuah keyakinan: Jika berhasil memegang akhirat, maka urusan dunia juga akan didapat. Hal itu dibuktikan oleh Arina yang kini sudah berhasil menyandang gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, sementara Firli (panggilan akrab Faghfirlie) masih mengenyam pendidikan di Univesitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Jurusan Farmasi, sebuah jurusan yang cukup sulit mengingat banyaknya hafalan terkait rumus-rumus kimia, jenis obat-obatan, serta pengimplementasiannya.
Dalam wawancara keduanya, didapati bahwa kedua orangtua mereka adalah tipe berkepribadian religius yang memiliki basis ajaran Islam yang kuat, yang memandang Islam itu indah, memiliki corak yang beragam, dan berwarna-warni. Hal itu terbukti dari menempatkan anak-anaknya ke instansi pendidikan dan pondok pesantren hafalan Al-Qur’an yang berbeda-beda, tanpa memandang apakah pesantren tersebut memiliki afiliasi atau golongan tertentu. Tujuan menempatkan anak-anaknya di pondok hafalan yang berbeda adalah agar semua anaknya bisa merasakan perbedaan di berbagai tempat. Hal ini penting diajarkan kepada anak karena sebagai media pembalajaran agar anak bisa memaknai dan menghargai realitas keberagaman sejak dini. Selain itu Bapak Akhsin juga tidak merasa keberatan jika menjemput dan mengantarkan anaknya satu persatu sepulang dari sekolah Al Firdaus ke pondok hafalan mereka masing-masing. Meskipun arah jalan menuju tempatnya bertolak belakang, semua itu dilakukan agar anaknya bisa merasakan suasana yang berbeda, sehingga ada pertukaran cerita dan pengalaman yang beragam dari semua anaknya.
Selain itu, Abah Akhsin mengajarkan kedelapan anaknya sebuah konsep yang luar biasa, yaitu “Memenuhi hajat orang lain”. Maksud dari frasa ini adalah sebisa mungkin kita berempati dengan cara memudahkan urusan sesama manusia, misalnya membantu membeli dagangan saudara, teman, dan tetangga, selain itu Abah Akhsin juga mengajari konsep Infak dan Sedekah. Itulah mengapa Arina dan Firli ini tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya pintar secara akademi namun juga cerdas secara sosial.
Berbekal pendidikan primer yang kuat, Al Firdaus juga hadir sebagai partner pendidikan sekunder yang juga siap membimbing mereka. Kedekatan antara guru dan murid membantu prestasi mereka di bidang akademik. Mereka berdua sepakat bahwa Al Firdaus berperan dalam mengasah bakat jenis apapun. Tenaga pendidik Al Firdaus dinilai paham dalam menemukan potensi yang dimiliki oleh setiap anak sehingga sangat ramah untuk diajak berdiskusi atau sekadar tanya jawab.
Penulis sempat bertanya, apakah ada kaitannya antara membaca Al-Qur’an dengan kesehatan jasmani dan rohani, karena seperti yang kita ketahui, membaca Al-Qur’an bagi sebagian orang hanya dianggap sebagai kewajiban saja, dilakukan setelah sholat atau dibaca sebagai pengisi waktu luang, namun sayangnya kurang memahami dampak positif bagi tubuhnya sendiri. Arina mengaku topik itu menjadi kajian skripsinya untuk meraih sarjana kedokteran. Dalam penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Depresi Pada Mahasiswa yang Aktif dan Tidak Aktif Membaca Al-Qur’an”, kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa benar terdapat adanya perbedaan tingkat kecemasan dan depresi antara yang aktif dan tidak aktif membaca Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan teori pada penelitian terdahulu yang menunjukkan penurunan tingkat depresi, dari depresi sedang menjadi ringan karena terapi membaca Al-Qur’an ini.
Kesehatan jiwa sangatlah penting, bahkan tidak kalah penting jika dibandingkan dengan kesehatan fisik. Seperti kata pepatah “Mens sana in corpore sano” yang bermakna di dalam badan yang sehat, ada jiwa yang kuat. Sebagai umat Muslim, tentu kesehatan jiwa ini bisa kita peroleh dari membaca Al-Qur’an, karena Alquran sendiri punya kemampuan sebagai penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S. Al-Israa’: 82).
Firli sendiri berpendapat, membaca dan menghafalkan Al-Qur’an bukan hanya berkutat pada masalah spiritual saja, tetapi mampu membangkitkan energi untuk menggalakan aktivitas fisik, misal kemampuan otak semakin meningkat dan menjadi mudah hafal untuk materi sesulit apapun. Hal ini diakui oleh Firlie yang harus menghafal rumus-rumus kimia dan obat-obatan, serta membuat laporan praktikum di jurusan farmasinya. Dia juga pernah menyabet juara 1 Lomba Karya Ilmiah Remaja Poltekkes Kemenkes Surakarta 2015, Juara 1 tingkat Nasional Lomba Karya Ilmiah Remaja IST AKPRIND Yogyakarta 2017, dan masih banyak lagi prestasi akademik yang sudah dia menangkan.
Dalam Live “Ruang Edukasi” di kanal Youtube Al Firdaus World Class Islamic School, Rabu 22 Juli 2020 kemarin, kami sempat menyinggung perihal tren peniadaan materi Calistung (Baca Tulis Hitung) dan menghafal untuk usia PAUD. Bapak Imam Subkhan selaku host bertanya kepada Arina dan Firlie dalam menyikapi tren tersebut, apakah ada perbedaan antara membaca Al-Qur’an dengan membaca teks-teks bacaan umum. Arina dan Firli berpendapat itu semua kembali ke tipe pengajaran yang diberikan orangtua masing-masing, dan memang untuk belajar Al-Qur’an lebih baik dikenalkan sedini mungkin karena syaraf-syaraf otak masih segar dalam menerima materi. Seperti kata pepatah “Belajar di masa kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di masa tua bagai mengukir di atas air”. Untuk tips lainnya, jangan lupa tonton di kanal Youtube Al Firdaus World Class Islamic School yaa.
Ada beberapa metode dalam menghafal Al-Qur’an, menurut Sa’dulloh Al-Hafizh dalam bukunya 9 Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an, yaitu:
Sedangkan metode menghafal secara umum menurut Agus Sujanto dalam bukunya Psikologi Umum, yaitu
Cara menghafalkan Al-Qur’an ala Arina dan Firlie tidak terlepas dari metode-metode di atas. Mereka manggunakan gabungan-gabungan cara tersebut, dicari mana yang paling sesuai, karena seperti yang kita ketahui ayat Al-Qur’an memiliki baris yang pendek dan adapula yang panjang, sehingga perlu cara yang berbeda dalam menghafalkannya.
Sebelum Pandemi Covid-19, Arina dan Firli aktif belajar sekaligus mengajar Al-Qur’an di beberapa tempat, mereka juga membuka kelas private ke rumah-rumah. Tentu karena wabah ini, ruang gerak mereka menjadi terbatas, kebijakan physical distancing juga mereka terapkan secara mandiri. Untuk menyiasati ini, mereka berdua dan keluarganya memberlakukan sistem baru, misalnya One Day Five Juz, jadi mereka harus mengulang kembali hafalannya lima juz dalam sehari, sedangkan adik-adiknya yang masih belum hafal 30 juz, diberlakukan sistem One Day One Juz. Kadang juga mereka menggunakan metode Muroja’ah (mengulang hafalan masing-masing) di keluarganya. Sedangkan karena Firli masih bergabung di organisasi mahasiswa pecinta Al-Qur’an di kampusnya, maka teman-temannya yang ikhwan pernah saling menyetor hafalan melalui Live IG, sementara yang akhwat tinggal menyimak. Selain itu, kiat menghafalnya juga harus tetap istiqomah, saling setor-menyetor hafalan kepada teman sesama penghafal Al-Qur’an dan tetap bersabar atas ujian saat menghafal. Untuk kiat Muroja’ah bisa dengan mendengarkan murottal, mendengarkan tasmi’ Al-Qur’an, dan sebagainya.
Tidak hanyak negara yang bermayoritas agama Islam seperti Indonesia dan Timur Tengah saja yang memiliki Hafiz dan Hafizah, namun di belahan lain mereka juga memilikinya, antara lain Vera Varinak dari Ukraina, Fatih Seferagic dari Amerika Serikat, dan Sahar Nakayama dari Jepang. Hal ini mengindikasikan bahwa Al-Qur’an itu memang mudah dihafal, tidak terbatas oleh perbedaan budaya dan bahasa.
Oleh: Rahma Nur Fadhilah / Al Firdaus Writer
1 Comment
bismillah semangat all team Al Firdaus